Langsung ke konten utama

Kenapa Buku Proses Damai Aceh Ditulis



Term of Reference
PENULISAN BUKU SEJARAH PERDAMAIAN ACEH

Proses penyelesaian konflik Aceh secara damai melalui meja perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah sebuah upaya penting yang menghargai hak-hak dasar manusia untuk dapat hidup secara damai. Membangun kepercayaan diantara kedua belah pihak adalah sebuah tantangan yang tidak mudah untuk menghindari jatuhnya korban nyawa yang lebih banyak.

Pada pase-pase tertentu, Henry Dunant Centre (HDC) sebagai fasilitator telah melakukan berbagai langkah untuk menghentikan konflik bersenjata. Jeda Kemanusiaan, Damai Melalui Dialog dan Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) adalah tahapan-tahapan itu. COHA merupakan proses penting yang mendorong kedua belah pihak untuk menghentikan permusuhan dan mendorong untuk dilakukannya pembicaraan-pembicaraan secara politik dalam penyelesaian konflik Aceh.

Setelah COHA dianggap gagal oleh pihak Pemerintah Indonesia yang dilanjutkan dengan penerapan Darurat Militer di Aceh, maka semua proses perundingan berhenti. Crisis Management Initiative (CMI) kemudian berupaya untuk mempertemukan kembali kedua belah pihak dengan cara yang berbeda. Tragedi tsunami yang melanda Aceh merupakan sebuah awal yang penting bagi keberhasilan CMI menerapkan decommissioning, untuk memusnahkan senjata.

Keberhasilan CMI ini oleh banyak pihak di Indonesia dipandang sebagai sebuah proses yang berdiri sendiri. Bahwa COHA telah gagal mengambil peran dalam proses implementasinya. Di sisi lain, proses perdamaian Aceh yang dicatat oleh banyak penulis lebih terfokus kepada perdamaian pasca ditandatanganinya Momerandum of Understanding (MoU) di Helsinki.

Atas asumsi ini, kami mengambil inisiatif untuk mencoba mencatat kembali beberapa peristiwa penting saat proses perdamaian di Aceh yang difasilitasi oleh HDC. Karena dalam pandangan kami HDC telah menunjukkan bukti bahwa ia dapat mempertemukan kedua belah pihak untuk sebuah proses dialog. Dan ini merupakan langkah awal bagi langkah-langkah selanjutnya.

Lebih dari itu, proses penyelesaian konflik melalui meja perundingan di Aceh telah menjadi acuan bagi beberapa kalangan dan Negara lain. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan beberapa utusan Negara asing untuk melakukan studi perbandingan terhadap proses itu ke Aceh, Indonesia. Bagi mereka tentu saja tidak lengkap tanpa membawa referensi-referensi akurat dari bagian-bagian proses yang telah dilalui. Dan betapa disayangkan jika bagian-bagian itu belum ditulis secara sistematis.


Tujuan dari penulisan buku ini untuk merekam peristiwa-peristiwa penting tentang proses perdamaian di Aceh yang diawali oleh HDC, mengingat sangat sedikit orang yang memberi perhatian pada tahapan ini. Lalu dilanjutkan fase CMI sampai lahirnya MoU Helsinki. Buku ini diharapkan mampu membuka wacana secara menyeluruh terhadap proses damai di Aceh oleh para pakar resolusi konflik, akademisi dan masyarakat secara luas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...