Dalam rangka mempercepat peningkatan populasi sapi dalam negeri, Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan melakukan kerja sama dengan Australia untuk mengimpor sapi indukan dari negeri kangguru. Pengadaan sapi indukan ini kemudian didistribusikan ke beberapa provinsi termasuk Aceh.
Pengadaan dilakukan Unit Pelaksana Teknis Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT) Sumbawa yang dilakukan secara bertahap. Lalu disalurkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) agar kebijakan penambahan indukan berjalan dengan baik untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di dalam negeri, sebagaimana dijelaskan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita yang dimuat okezone.com [12/18].
Dalam sebuah laporan resmi yang dikeluarkan Pemerintah Australia, sampai Mei 2019 Australia telah melakukan 81 kiriman ternak yang diekspor ke Indonesia melalui jalur laut. Indonesia merupakan pasar terbesar untuk ternak sapi dan kerbau. Setidaknya 243.602 sapi dan 936 kerbau sudah terkirim ke Indonesia sepanjang 2019 yang melibatkan 11 eksportir.
Australia memberlakukan sistem yang ketat untuk menjamin ternak yang diimpor dari negara mereka agar diperlakukan sesuai dengan prosedur perawatan yang memadai sampai ke rumah potong. Exporter Supply Chain Assurance System (ESCAS) merupakan sistem yang disepakati dan mulai diimplementasikan di Indonesia sejak Juli 2011, setelah Australia sempat melarang ekspor sapi ke Indonesia karena dianggap memperlakukan hewan di bawah standar yang berlaku.
ESCAS benar-benar dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan hewan, semacam “hak asasi binatang” yang mengatur rantai pasokan ternak mulai dari importir, tempat pemberian makan sampai standar rumah potong di negara tujuan yang harus ditangani sesuai dengan kesejahteraan hewan internasional. Pelanggaran terhadap ini bisa mengancam importir dan penutupan fasilitas rumah jagal.
Pelanggarannya tidak mesti sampai pada terancamnya nyawa hewan. Bayangkan saja, sebuah laporan oleh pengamat independen yang ditujukan kepada ESCAS, memaparkan tentang perlakuan kasar terhadap sapi yang diekspor ke Indonesia oleh Austrex Ltd. Selama pelepasan sapi dari kapal, pekerja Indonesia di pelabuhan memukul, menendang dan mendorong sapi secara berlebihan. Dan tindakan ini menurut mereka dianggap sebagai sebuah ketidakpatuhan.
Proteksi ketat tetap dilakukan. Saat ini sapi-sapi Australia yang diekspor ke negara tujuan dapat dilacak secara individual. Hal ini memungkinkan untuk memonitor keadaan lahan penggembalaan hingga ke RPH. Sebuah alat kecil dipasang melalui label yang dikaitkan ke telinga sapi yang dilengkapi frekuensi radio. Ini dimaksudkan untuk memastikan ternak tersebut tidak berakhir di RPH yang tak memenuhi standar Australia.
Sementara itu, seminggu terakhir, Aceh viral dengan isu leumo pijuet milik Pemerintah Aceh yang dikelola oleh Dinas Peternakan Aceh memalui UPTD Inkubator Kader Peternakan (IKP) Saree di Lembah Seulawah, Aceh Besar. Bahkan leumo pijuet telah menendang beberapa karakter tokoh di lingkungan pemerintahan yang mencoba membalikkan fakta bahwa mereka tumbôn. Sampai ada yang ingin memutar mesin waktu dengan mengatakan bahwa lembu-lembu itu adalah warisan rezim sebelumnya.
Apa yang saat ini terjadi di Aceh merupakan preseden buruk bagi keberlangsungan impor sapi ke Indonesia. Welly Salim, seorang anggota Asosiasi Peternakan Australia, seperti diwawancarai Serambinews.com mengaku sangat prihatin dan sedih terhadap apa yang terjadi di Aceh. Sapi-sapi pemerintah di Aceh dalam kondisi kurus dan kurang suplai pakan.
Welly wajar kecewa, karena di antara sapi-sapi kurus itu terdapat sapi Australia hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dan Australia melalui skema ESCAS dan pihaknya masih memiliki tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sapi-sapi yang dipelihara di UPTD Saree. ESCAS mencakup semua protokol kesejahteraan ternak sepanjang masa hidupnya sampai berakhir di rumah potong.
Menurut laman resmi Pemerintah Aceh ada total sejumlah 3.000 ekor sapi bantuan dari Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan. 300 ekor dipelihara di UPTD Inseminasi Buatan dan Inkubator Ie Suum di bawah tanggungjawab Dinas Peternakan Aceh. Selain di Ie Suum, sapi-sapi itu disebar ke Aceh Tenggara, Tamiang, Bireuen dan di Saree Aceh Besar.
Sejauh ini, selain di UPTD Saree belum muncul bagaimana kondisi sapi-sapi “seperjuangan” di tempat lainnya yang tersebar di Bireuen, Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara. Semoga mereka dalam keadaan baik-baik saja Alhamdulillah, kabar terakhir Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, MT menginisasi untuk melepas sapi kurus dari karantina ke padang penggembalaan yang masih berada dalam kawasan UPTD Saree.
Nikmati kebebasanmu, Bro.
Tulisan ini dimuat di acehtrend.com
Komentar
Posting Komentar